Compresion Ratio (CR, perbandingan kompresi mesin) dalam dunia otomotif adalah rasio antara volume total silinder dan ruang bakar ketika piston berada di titik mati bawah (TMB) dibandingkan dengan volume ruang bakar ketika piston berada di titik mati atas (TMA).
Rumus Perbandingan Kompresi (CR – Compression Ratio):

Di mana:
Vtotal = Volume total silinder saat piston di TMB (Titik Mati Bawah)
Vclearance = Volume ruang bakar saat piston di TMA (Titik Mati Atas)
Berikut adalah ilustrasi tentang TMA dan TMB:

Sebagai contoh, jika suatu mesin memiliki compresion ratio i 8:1 dan volume silinder (displacement) 1000 ml, maka saat piston berada di TMB, total volume ruang bakar adalah 1000 ml + volume ruang bakar di TMA.
Namun, perbandingan kompresi dihitung sebagai:

Fungsi Perbandingan Kompresi:
- Meningkatkan efisiensi termal: Semakin tinggi rasio kompresi, semakin efisien pembakaran bahan bakar.
- Menentukan kebutuhan bahan bakar: Mesin dengan perbandingan kompresi tinggi memerlukan bahan bakar dengan oktan lebih tinggi untuk menghindari knocking (detonasi dini).
- Mempengaruhi performa mesin: Rasio yang lebih tinggi biasanya meningkatkan tenaga dan efisiensi bahan bakar, tetapi memerlukan desain mesin yang lebih tahan panas dan tekanan tinggi.
Perbandingan Kompresi Umum pada Kendaraan:
- Mesin bensin biasa: 8:1 hingga 12:1
- Mesin performa tinggi (sport cars): 12:1 hingga 14:1
- Mesin diesel: 14:1 hingga 22:1 (karena diesel mengandalkan tekanan tinggi untuk menyalakan bahan bakar tanpa busi). Octane number pada mesin diesel dikenal sebagai Cetane.
Compresion ratio yang ideal tergantung pada jenis bahan bakar, desain mesin, dan kebutuhan performa kendaraan.
Dari ilustrasi TMA/TMB di atas dapat dibayangkan jika sudah terjadi bahan bakar (yang sedang dikompres) sudah terbakar sebelum piston mencapai TMA (disebut knocking). Knocking atau detonasi terjadi ketika bahan bakar di dalam ruang bakar terbakar sebelum waktunya, yaitu sebelum busi menyala secara terkontrol.
Jadi, dalam kondisi normal:
- Piston bergerak dari TMB ke TMA, menekan campuran udara-bahan bakar hingga mencapai 125 ml (jika CR = 8:1).
- Saat mencapai TMA, busi memercikkan api, membakar campuran udara-bahan bakar secara terkendali.
- Ledakan (detonasi) ini mendorong piston ke bawah, menghasilkan tenaga mesin.
Tetapi saat terjadi knocking:
- Bahan bakar sudah terbakar lebih awal sebelum busi menyala karena tekanan dan suhu yang terlalu tinggi.
- Ledakan yang tidak terkendali ini menabrak piston yang masih bergerak ke atas, menyebabkan suara ketukan (knock) dan bisa merusak mesin dalam jangka panjang.
Penyebab knocking:
1. Perbandingan kompresi terlalu tinggi tanpa bahan bakar beroktan tinggi.
2. Mesin terlalu panas.
3. Campuran udara-bahan bakar tidak optimal.
4. Waktu pengapian tidak tepat (terlalu maju).
Makanya, mesin dengan CR tinggi butuh bahan bakar dengan oktan lebih tinggi agar tidak terjadi knocking.
Untuk mesin bensin, memang ada oktan (Octane Rating) yang mengukur ketahanan bahan bakar terhadap knocking.
Sedangkan untuk mesin diesel, ukurannya disebut Cetane Number (CN) atau Angka Setana dalam bahasa Indonesia.
Perbedaan Octane vs Cetane:
✅ Octane Rating (Bensin) → Semakin tinggi, semakin tahan terhadap knocking (karena bensin dinyalakan dengan busi, bukan tekanan). Contoh: Pertalite (90), Pertamax (92), Pertamax Turbo (98).
✅ Cetane Number (Diesel) → Semakin tinggi, semakin mudah terbakar dengan kompresi (karena diesel menyala dengan tekanan, bukan busi). Contoh: Solar biasa (48), Dexlite (51), Pertamina Dex (53).
Jadi, oktan tinggi lebih lambat terbakar, sementara setana tinggi lebih cepat terbakar sesuai dengan karakteristik masing-masing mesin!
Dampak Menggunakan Bahan Bakar dengan Octane Number yang Salah:
Menggunakan bahan bakar dengan octane number yang tidak sesuai dengan rekomendasi pabrikan kendaraan dapat menyebabkan beberapa masalah, antara lain:
Knocking: Seperti yang telah dijelaskan, knocking dapat merusak mesin dan mengurangi performa kendaraan. Jika knocking terjadi terus-menerus, komponen mesin seperti piston dan katup dapat mengalami kerusakan serius.
Penurunan Performa: Mesin yang dirancang untuk bahan bakar dengan octane number tinggi tidak akan bekerja optimal jika menggunakan bahan bakar dengan octane number rendah. Hal ini dapat menyebabkan tenaga mesin berkurang dan konsumsi bahan bakar menjadi lebih boros.
Peningkatan Emisi: Pembakaran yang tidak sempurna akibat knocking dapat menghasilkan emisi gas buang yang lebih tinggi, yang tidak hanya merugikan lingkungan tetapi juga dapat menyebabkan kendaraan gagal dalam uji emisi.


